Tuesday, October 29, 2024

Salman al-Farisiرضي الله عنه

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ  



Salman al-Farisiرضي الله عنه

"Kalau saja iman berada di bintang, pasti akan dicapai oleh orang-orang ini."

Diucapkan oleh Rasulullah sambil meletakkan tangan beliau pada tubuh Salman al-Farisiرضي الله عنه.

Kisah kita kali ini adalah kisah seseorang yang berusaha mencari hakikat, mencari Allahﷻ. Ini adalah kisah Salman al-Farisiرضي الله عنهKita akan membiarkan Salman al-Farisiرضي الله عنه bercerita tentang kisahnya sendiri. Sebab saat mengalami kisah tersebut, perasaannya begitu hidup dan penyampaiannya akan terasa lebih jujur dan lengkap.

Salman bercerita:

Aku adalah seorang pemuda dari Persia penduduk Isfahan1 dari sebuah kampung yang akrab dikenal dengan Jayyan. Ayahku adalah kepala kampung dan merupakan orang yang paling kaya dan terhormat di sana. Aku adalah manusia yang paling ia cintai sejak aku lahir. Kecintaannya semakin bertambah kepadaku hari demi hari sehingga ia mengurungku

Isfahan adalah sebuah kota di Iran tengah. Terletak di antara Taheran dan Syairaz. Di dalam rumah karena merasa khawatir terhadapku. Aku dipingit seperti layaknya seorang gadis. Dengan sungguh-sungguh aku menganut agama Majusi2, sehingga aku ditunjuk sebagai penyala api yang kami sembah. Aku dipercaya untuk menyulutnya sehingga tidak boleh padam sesaat pun baik pada waktu malam mau pun s1ang.

Ayahku memiliki sebuah lahan yang besar yang memberi kami hasil yang banyak. Ayah selalu mengawasinya dan memetik hasilnya. Pada suatu ketika ayahku memiliki kesibukan lain sehingga ia tidak bisa datang ke lahannya. Ia berkata, "Wahai Anakku, aku ada kesibukan lain sehingga tidak bisa mengawasi perkebunan kita. Pergilah ke sana dan awasilah kebun kita hari ini sebagai penggantiku!" Aku pun berangkat untuk melihat kebun kami. Begitu aku sudah berada di sebuah jalan, aku melewati sebuah gereja kaum Nasrani. Aku mendengar suara mereka dari luar saat mereka sedang melakukan kebaktian. Hal itu telah menarik perhatianku.

Aku tidak pernah tahu sedikit pun tentang kaum Nasrani atau agama lainnya kerana begitu lama ayah memingitku agar tidak berinteraksi sesama manusia. Saat aku mendengar mereka, aku pun masuk mendatangi mereka untuk melihat apa yang sedang mereka kerjakan. Saat aku merenungi apa yang mereka lakukan, aku menjadi tertarik dengan kebaktian yang mereka laksanakan, dan aku ingin masuk ke dalam agama mereka. Aku berkata, "Demi Allahﷻ, ini lebih baik dari agama yang kami anut. Demi Allahﷻ, aku tidak meninggalkan mereka hingga matahari terbenam.

Aku tidak jadi ke kebun milik ayah. Lalu aku bertanya kepada mereka, 'Dari mana asal agama ini?' Mereka menjawab, 'Dari Negeri Syam:' Begitu malam tiba, aku kembali ke rumah dan aku berjumpa dengan ayah yang menanyakan apa yang telah aku lakukan seharian. Aku menjawab,

Sebuah agama di mana para penganutnya menyembah api atau matahari. Salman al-Parisi ''Ayah, aku berjumpa dengan sekelompok manusia yang sedang melakukan kebaktian di gereja. Aku merasa tertarik begitu mengenal agama mereka. Aku terus bersama mereka hingga matahari terbenam:'

Ayahku langsung sengit dengan apa yang telah aku lakukan sambil berkata, "Hai Anakku, dalam agama itu sedikit pun tidak ada kebaikan. Agamamu dan agama nenek moyangmu lebih baik dari agama itu!" Aku menjawab, "Tidak! Demi Allah, agama mereka lebih baik dari agama kita:' Maka ayah menjadi khawatir akan apa yang telah aku katakan.

Ia khawatir bila aku keluar dari agamaku. Ia memingitku lagi di dalam rumah dengan membuat sebuah ikatan pada kakiku. Begitu a.ku memiliki kesempatan, maka a.ku pergi kepada kaum Nasrani dan aku berkata kepada mereka, "Jika ada rombongan yang datang kepada kalian hendak melakukan perjalanan ke Negeri Syam, beritahukanlah kepadaku!"

Tidak lama berselang, datanglah sebuah rombongan kepada mereka yang akan menuju ke Negeri Syam. Mereka lalu memberitahukan kepadaku hal tersebut. Aku lalu berusaha membuka ikatan kakiku sehingga terlepas. Lalu aku berangkat bersama mereka dengan mengendap-endap hingga kami akhirnya tiba di Negeri Syam.

Begitu kami tiba di sana, aku bertanya, "Siapa orang yang paling utama dalam urusan agama ini?" Mereka menjawab, "Dialah Uskup3 yang memimpin gereja:' Lalu aku mendatanginya sambil berkata, ''Aku tertarik dengan agama Nasrani. Aku ingin mendampingi dan membantumu. Aku mau belajar dari mu dan melakukan kebaktian bersama penganut Nasrani yang lainnya:'

Ia menjawab, "Masuklah!" Dan aku pun masuk ke dalam gereja mulai saat itu aku menjadi pembantunya. Masa terus berlalu, hingga aku mengetahui bahwa orang tersebut sebenarnya adalah orang yang buruk. Sebuah jabatan bagi tokoh agan1a Nasrani di atas pendeta dan di bawah Paus.

la pernah menyuruh para pengikutnya untuk membayar sedekah dan menjanjikan kepada mereka pahala yang akan mereka dapat jika mereka membayar sedekah tersebut di jalan Allah. Uskup tadi malah menyimpan uang tersebut untuk dirinya sendiri dan tidak pernah diberikan kepada kaum fakir dan miskin sedikit pun juga. Sehingga ia berhasil mengumpulkan 7 bejana besar emas.

Aku menjadi benci sekali saat melihatnya. Tidak lama kemudian ia mati dan orang-orang Nasrani berkumpul untuk menguburnya. Aku katakan kepada mereka, "Sahabat kalian ini adalah orang yang jahat. Ia pernah memerintahkan kalian untuk membayar sedekah dan menjanjikan kepada kalian pahala yang akan diterima. Begitu kalian membayarkannya, ia malah menyimpannya untuk kepentingan dirinya sendiri. Ia tidak memberikannya kepada kaum miskin sedikit pun dari harta tersebut:'

Mereka bertanya, "Dari mana engkau tahu hal tersebut?" Aku jawab, "Aku akan menunjukkan kalian tempat penyimpanannya!" Mereka berkata, "Ya, tunjukkanlah kepada kami!" Maka aku tunjukkan kepada mereka tempat penyimpanannya dan dari tempat tersebut mereka mengeluarkan 7 bejana besar yang dipenuhi dengan emas dan perak.

Begitu mereka melihatnya mereka berkata, "Demi Allahﷻ, kami tidak akan menguburkannya!" Lalu mereka mensalibnya dan melemparnya dengan batu. Tak lama setelah itu, mereka mengangkat seseorang untuk menggantikan posisinya. Maka aku pun menjadi pendamping dan pembantunya. Aku tidak pernah melihat seorang pun yang lebih zuhud darinya. Tidak ada seorang pun yang mengalahkannya dalam urusan akhirat. Tidak ada yang melewatinya dalam masalah ibadah sepanjang malam dan siang. 

Aku amat mencintainya. Aku tinggal bersamanya untuk beberapa lama. Saat ia menjelang ajal, aku bertanya kepadanya, "Ya Fulan, kepada siapa kau akan mewasiatkan aku. Berilah nasehat kepadaku akan orang yang perlu aku ikuti setelah kau tiada?"

Ia menjawab, "Anakku, aku tidak mengenal orang yang kau cari kecuali ada seorang yang tinggal di Mosul• Dia adalah orang yang tidak pernah membuat-buat dan tidak pernah mengganti agama. Maka carilah ial"

Begitu sahabatku meninggal, maka aku mencari orang yang berada di Mosul tadi. Begitu aku berjumpa dengannya, aku menceritakan kisahku kepadanya. Aku katakan, "Si Fulan berwasiat kepadaku menjelang wafatnya bahwa aku disuruh mencarimu. Ia mengatakan bahwa engkau adalah orang yang berpegang teguh dengan kebenaran:' Ia menjawab, "Tinggallah bersamakul" Aku pun tinggal bersamanya dan aku mengenalnya sebagai  sosok yang selalu benar.

Namun tidak lama kemudian, ajalnya tiba. Aku pun berkata kepadanya, "Ya Fulan, engkau mengetahui bahwa ketentuan Allah akan berlaku pada dirimu dan engkau mengetahui kondisi diriku. Kepada siapa engkau mewasiatkan aku? Siapakah yang harus aku ikuti nanti?"

Ia menjawab, "Wahai Anakku, Demi Allah, aku tidak mengetahui manusia yang beragama seperti kita ini kecuali ada seseorang di Nasibin. "Dia adalah Fulan, maka carilah dial"

Begitu ia dikuburkan, aku pergi mencari orang yang tinggal di Nasibin. Kepadanya aku ceritakan kisahku dan apa yang diperintahkan sahabatku tadi kepadaku. Lalu ia berkata, "Tinggalah bersama kamil" Maka aku pun tinggal bersamanya. Dia adalah orang baik seperti kedua sahabatnya tadi.

Demi Allah, kematian akhirnya berlaku juga pada dirinya. Begitu ajalnya tiba aku bertanya kepadanya, "Engkau tahu bagaimana kondisiku. Kepada siapa engkau hendak mewasiatkan aku?"

Ia menjawab, ''Hai Anakku, Demi Allah aku tidak mengetahui manusia yang beragama seperti kita ini kecuali ada seseorang di Amuriyah . Dia adalah Fulan, maka carilah dial" Aku pun mencarinya dan aku ceritakan kepadanya kisahku. Ia pun berkata, "Tinggallah bersamaku Aku pun tinggal sebuah kota tua yang terletak dekat Sungai Dajlah di Irak. Sebuah kota yang sering dilintasi oleh para kafilah dari Kota Mosul menuju Syam. Jaraknya 6 hari perjalanan dari Mosul.

Lihat letak Kota Amuriyah dalam buku Hidatsa fi Ramadhan karya penulis. bersama seorang pria yang demi Allah menganut agama yang sama dengan para sahabatnya tadi. Selama aku tinggal bersamanya aku berhasil memiliki banyak sapi dan kambing. Lalu ia pun wafat menyusul para sahabatnya. Begitu ajal tiba, aku bertanya kepadanya, "Engkau tahu kondisiku, lalu kepada siapa engkau mewasiatkan aku? Apa yang ingin aku perbuat?"

Ia menjawab, ''.Anakku, demi Allah aku tidak mengetahui adanya seseorang yang masih menganut agama yang kita ikuti. Akan tetapi sebentar lagi akan muncul di tanah Arab seorang Nabi yang diutus dengan membawa agama Ibrahim. Kemudian ia berhijrah dari negerinya ke sebuah negeri yang memiliki banyak pohon kurma di antar dua buah lembah berbatu. Dia memiliki tanda-tanda yang jelas. Ia menerima hadiah dan menolak sedekah. Di antara kedua pundaknya terdapat tanda kenabian. Jika kau mampu datang ke negeri tersebut, maka lakukanlah!"

Kemudian ajal menjemputnya. Setelah ia wafat, aku masih tinggal di Amuriyah beberapa lama hingga sekelompok pedagang Arab dari kabilah Kalb datang.

Aku katakan kepada mereka, " Jika engkau membawaku ke tanah Arab, maka aku akan memberikan semua sapi dan kambingku ini!" Mereka menjawab, "Baik, kami akan membawamu!" Maka aku berikan semua hewan ternak kepada mereka, dan mereka membawaku hingga kami tiba di Wadi al-Qura• Sesampainya di sana mereka mengkhianatiku dan menjualku kepada seorang Yahudi. Maka aku pun menjadi pembantunya.

Tidak lama kemudian ada sepupu majikanku dari Bani Quraizhah yang mengunjunginya dan ia pun membeliku darinya. Ia membawaku ke Yatsrib, dan aku melihat di sana pepohonan kurma seperti yang diceritakan oleh sahabatku di Amuriyah. Aku tersadar bahwa ini adalah Madinah yang ia gambarkan itu. Lalu aku pun tinggal di sana bersamanya.

Sebuah lembah yang terletak antara Madinah dan Sya1n, dan dia lebih dekat ke Madinah. Saat itu, Rasulullah sedang berdakwah kepada kaumnya di Makkah. Akan tetapi aku tidak pernah mengetahui kabar beliau kerana aku sibuk dengan tugasku sebagai seorang budak.

Sesudah lama berselang, maka Rasulullah berhijrah ke Yatsrib. Demi Allah, saat itu aku sedang berada di atas pohon kurma tuanku sambil mengerjakan beberapa tugas. Tuanku saat itu sedang duduk di bawahnya ketika seorang sepupunya datang sambil mengatakan,

"Semoga Allah membinasakan Bani Qailah - Demi Allah, mereka kini sedang berkumpul di Quba  untuk menyambut seorang pria yang datang dari mereka dan mengaku sebagai Nabi:"

Begitu aku mendengar apa yang diucapkannya, maka aku seperti langsung demam dan menjadi terguncang. Sehingga aku khawatir akan jatuh menimpa tuanku. Aku segera turun dari pohon kurma, dan aku berkata kepada pria tadi, ''Apa yang kau ucapkan? ! Ceritakan kembali berita tadi kepadaku! !" Maka tuanku langsung emosi dan meninjuku dengan begitu keras. Ia berkata kepadaku, ''Apa urusanmu dengan berita ini?! Kembalilah lagi untuk meneruskan pekerjaanmu!"

Begitu hari menjelang petang. Aku mengambil beberapa kurma yang aku kumpulkan dan aku bawa ke tempat Rasulullah menginap. Aku masuk menghadapnya clan aku berkata, ''Aku mendengar bahwa engkau adalah orang yang shaleh, dan kau membawa para sahabat yang membutuhkan bantuan. Ini adalah sedikit barang yang dapat aku sedekahkan. 

Menurutku kalian lebih pantas untuk menerima ini dari lainnya:' Kemudian aku mendekat ke arah beliau. Beliau lalu bersabda kepada para sahabatnya, "Makanlah oleh kalian!" Ia tidak menggerakkan tangannya dan memakan kurma bawaanku. Aku berkata dalam hati, "Inilah sebuah tandanya!" Kemudian aku kembali ke rumah dan aku kumpulkan beberapa buah kurma. Begitu Rasulullah berangkat dari Quba menuju Madinah, aku menghampiri beliau sambil berkata, ''.Aku perhatikan bahwa engkau tidak makan harta sedekah dan ini adalah hadiah yang aku bawakan buatmu:' Lalu beliau memakannya dan menyuruh para sahabatnya untuk makan bersama beliau. Lalu aku berkata dalam hati, "lnilah tanda yang kedua!"

Lalu aku mendatangi Rasulullah yang saat itu sedang berada di Baqi al-Gharqad untuk menguburkan para sahabatnya. Aku dapati beliau sedang duduk dengan memakai dua buah kain kasar. Aku memberikan salam kepadanya, kemudian aku berputar untuk melihat punggung beliau. Dan benar, aku melihat tanda seperti yang diceritakan oleh sahabatku yang berada di Amuriyah.

Begitu Rasulullah melihatku sedang memperhatikan punggungnya, beliau mengetahui maksudku. Kemudian beliau melepaskan selendang dari punggungnya. Maka aku memperhatikan dan aku melihat tanda itu. Aku semakin yakin dan aku pun langsung tersungkur, mencium tangannya dan aku menangis.

{Maqam Salman Al Farisi ra, Bukit Zaitun, Baitul Maqdis,Palestina.

Maka Rasulullah bertanya kepadaku,

''.Apakah ceritamu ini?"

Aku pun menceritakan kisahku kepadanya dan beliau merasa kagum mendengarnya. Beliau kemudian berkeinginan agar para sahabatnya juga mendengar l<isahku ini. Maka aku pun menceritakan kepada mereka. Mereka begitu kagum mendengarnya. Mereka semua menjadi begitu bahagia.

Selamat atas Salman al-Farisiرضي الله عنه saat ia mulai mencari kebenaran di setiap tempat. Selamat atas Salman al-Farisiرضي الله عنه saat ia mengetahui kebenaran, lalu beriman kepadanya dengan sebaik-baiknya. Selamat atasnya pada hari ia wafat, dan pada saat ia dibangkitkan untuk hidup kembali.



Untuk merujuk lebih jauh tentang profil Salman al-Farisi silakan

melihat:

 Bani Qailah adalah suku Aus dan Khazraj.

Nama sebuah sumur di dekat Madinah.

Sebuah tempat di Madinah yang dijadikan pekuburan.


1. Al-Ishabah: 2/62.

2. Al-Isti'ab (dengan hamisy al-Ishabah): 2/56.

3. Al-Jarh wa at-Ta'dil: Bagian 1 jilid 2/296-297.

4. Al-Jam'u baina al-Rijal ash-Shahihain: 1/193.

5. Siyar A'lam an-Nubala ': 1/362-405.

6. Tarikh al-Islam karya adz-Dzahabi: 2/ 158-163.

7. Usdul Ghabah: 2/328-332.

8. Thabaqat asy-Sya'rani: 30-31.

9. Shifatush Shafwah: 1/210-225.

10. Syadzarat adz-Dzahab: 1/44.

11 . Taqrib at-Tahdzib: 1/315.

12. Tahdzib at-Tahdzib: 4/137-139.

Monday, October 28, 2024

Said bin Zaidرضي الله عنه

  بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

[Gambar Illustrasi Sahaja]

SA I D B I N ZAI D

"Ya Allah, jika Engkau telah menghalangiku untuk mendapatkan kebaikan ini, maka janganlah Kau halangi anakku Sa'id untuk melakukannya." -Zaid, orang tua Sa'id.

Said bin Zaidرضي الله عنه bin Amr bin Nufail berdiri jauh dari kerumunan manusia yang menyaksikan Bangsa Quraisy yang sedang meramaikan sebuah hari raya. Zaid melihat para lelaki yang menggunakan ikat kepala yang terbuat dari sutera mahal dan mengenakan selendang mahal dari Yaman. Ia juga memandangi para wanita clan anak-anak yang mengenakan pakaian yang bagus dan perhiasan yang indah. Ia juga menatap hewan-hewan yang dibawa oleh beberapa pria yang berjalan. Hewan tersebut telah dihiasi dengan berbagai macam perhiasan, untuk kemudian disembelih di hadapan berhala.

Ia berdiri dengan punggung bersandar ke Ka'bah clan berkata, "Wahai Bangsa Quraisy, domba adalah makhluk Allah! Allah Subhanahu wa Ta'ala yang telah menurunkan hujan dari langit sehingga domba-domba tersebut tidak kehausan. Dia juga yang menumbuhkan rerumputan untuk mereka sehingga mereka kenyang. Lalu kalian menyembelih mereka bukan atas nama-Nya. Menurutku kalian adalah kaum yang bodoh!"

Lalu berdirilah pamannya yang bernama Al-Khattab lalu memukulnya clan berkata, "Celakalah kamu. Kami sudah mencoba bersabar clan menahan  diri saat mendengarkan omong kosong ini, hingga kami hilang kesabaran.

Kemudian Al-Khattab mengajak para rekannya untuk menyiksa Zaid, dan mereka pun langsung menyiksa Zaid sehingga Zaid menyingkir dari Kota Makkah clan berlindung di Gunung Hira. Al-Khattab kemudian mempercayakan kepada para pemuda Quraisy untuk mencegah Zaid masuk ke Kota Makkah lagi. Dan Zaid tidak dapat masuk ke Kota Makkah lagi kecuali dengan cara sembunyi-sembunyi.

Lalu Zaid bin Amr bin Nufail berkumpul -saat suku Quraisy lengah darinya- bersama Waraqah bin Naufal1 , Abdullah bin Jahsy, Utsman bin al- Harits, Umaimah binti Abdul Muthalib bibi Rasulullah. Mereka semua mendiskusikan kesesatan yang terjadi pada Bangsa Arab. Zaid lalu berkata kepada para sahabatnya,

"Demi Allah, kalian semua tahu bahwa kaum kalian sudah tidak bernilai apa-apa lagi. Mereka semua sudah melanggar agama Ibrahim. Carilah oleh kalian agama yang dapat dianut, jika kalian ingin selamat!"

Maka keempat pria tersebut bergegas mencari para pendeta Yahudi dan Nasrani dan para pemuka agama lainnya untuk mencari agama hanafiyah Ibrahim.

Adapun Waraqah bin Naufal, ia memeluk agama Nasrani. Abdullah bin Jahsy dan Utsman bin al-Harits tidak menemukan agama yang tepat. Sedangkan Zaid bin Amr bin Naufal memiliki kisah tersendiri. Mari kita dengarkan kisah yang akan ia sampaikan sendiri . . .

Waraqah bin Naufal bin Asad adalah sepupu Ummul Mukminin Sayidah Khadijah binti Khuwailid رضي الله عنه, yaitu istri pertama Rasulullah

Rasulullah memberitahukan Naufal apa yang terjadi dengan dirinya dan perten1uannya dengan Jibril dan apa yang diwahyukan kepada beliau. Maka Naufal membenarkan beliau dan berjanji akan membantu Rasul jika ia mampu, dan ia beragama Nasrani.

Zaid bin Amr berkata:

Aku mempelajari agama Yahudi dan Nasrani namun aku berpaling dari keduanya kerana aku tidak mendapatkan hal yang membuat jiwaku menjadi tenang. Lalu aku mencari ke seluruh penjuru demi menemukan agama Ibrahim sehingga aku sampai di Negeri Syam. Ada yang menunjukkan kepadaku tentang adanya seorang rahib yang mempunyai ilmu tentang kitab. Aku pun mendatanginya, clan aku ceritakan kisahku kepadanya. Ia berkata, ''.Aku lihat engkau sedang mencari agama Ibrahim, wahai saudara yang berasal dari Makkah ?" Aku menjawab, "Benar. Itulah yang aku cari:'

Ia berkata, "Engkau mencari sebuah agama yang belum ada sekarang. Namun, kembalilah ke negerimu, karena Allah akan mengutus seseorang dari kaummu untuk memperbarui agama Ibrahim. Jika engkau telah menemuinya, maka peganglah olehmu agamanya itu!"

Maka kembalilah Zaid ke Makkah dengan menyusuri jalan untuk mencari Nabi yang dijanjikan. Saat ia sedang berada di tengah jalan, Allah Subhanahu wa Ta'ala mengutus Muhammad-Rasulullah untuk menjadi Nabi-Nya dengan agama petunjuk dan kebenaran. Akan tetapi, Zaid belum sempat bertemu dengannya, kerana ada segerombolan orang Badui yang membunuhnya sebelum ia tiba di Makkah clan sebelum matanya merasa puas berjumpa dengan Rasulullah.

Saat Zaid menghembuskan napasnya yang terakhir, ia mengangkat  pandangannya ke arah langit sambil berdoa, "Ya Allah, jika Engkau telah mencegahku untuk mendapatkan kebaikan ini, maka janganlah engkau halangi kebaikan itu dari anakku, Sa'id!"

Allah berkenan mengabulkan permintaan Zaid. Begitu Rasulullah memulai dakwahnya kepada manusia untuk masuk Islam, Sa'id bin Zaidرضي الله عنه termasuk orang yang pertama beriman kepada Allah dan membenarkan kenabiannya.

Hal ini tidaklah mengherankan, kerana tumbuh dalam suasana rumah yang menolak kesesatan yang dikerjakan oleh Bangsa Quraisy. Dan ia dididik oleh seorang ayah yang selalu mencari kebenaran.... Ayahnya meninggal dan i a dalam kondisi sedang mencari kebenaran. Said bin Zaid رضي الله عنه,masuk Islam tidak sendirian, akan tetapi turut masuk Islam bersamanya adalah istrinya, yaitu Fathimah binti al-Khattabرضي الله عنه,, saudari Saidina Umar bin Khattabرضي الله عنه,.

Maka pemuda Quraisy ini merasakan penyiksaan kaumnya yang tidak sepantasnya ia terima karena agama ini. Akan tetapi tujuan Quraisy untuk mengeluarkan ia dari Islam tidak berhasil, malah ia dan istrinya mampu menarik seorang tokoh mereka yang paling berbobot dan berbahaya ... kerana Sa'id dan istrinya merupakan penyebab masuknya Umar bin Khattab ke dalam Islam.

Sa'id bin Zaidرضي الله عنه mendedikasikan semua energinya untuk membantu Islam. Itu dilakukannya karena umurnya belum genap 20 tahun saat ia masuk ke dalam Islam. la turut serta bersama Rasulullah dalam seluruh peperangan yang beliau lakukan kecuali dalam Perang Badar saja. Ia tidak mengikutinya sebab pada hari itu Rasulullah memerintahkan sesuatu kepadanya. Ia turut serta bersama pasukan Muslimin dalam pengambilalihan kekuasaan Kisra dan menggulingkan kerajaan Kaisar. Ia memiliki peran tersendiri dalam setiap perang yang dilakukan kaum Muslimin.

Salah satu kisah patriotismenya yang terbaik adalah kisahnya yang tercatat dalam peristiwa Yarmuk. Maka kita akan membiarkan ia untuk menceritakan sebagian kisah peristiwa tersebut ....

[Gambar Illustrasi Sahaja]

Sa'id bin Zaidرضي الله عنه berkata: "Pada saat Perang Yarmuk, kami berjumlah kira-kira 24 ribu orang." Pasukan Romawi saat itu berjumlah 120 ribu. Mereka melangkah dengan kaki yang kokoh ke arah kami seolah gunung yang digerakkan oleh tangan tersembunyi. Di bagian depan mereka ada para uskup, pastor dan pendeta yang membawa salib dan membacakan doa dengan suara keras. Ucapan mereka diikuti oleh para tentaranya yang berada di belakang dengan suara keras bagaikan petir.

Begitu pasukan Muslimin melihat musuh yang sedemikian, maka jumlah mereka membuat pasukan Muslimin menjadi gentar, dan di hati mereka ada rasa takut yang menyelimut. Pada saat itu, berdirilah Abu Ubaidah bin al-Jarrahرضي الله عنه, yang memberikan semangat kepada pasukan Muslimin untuk berperang. Ia berseru, "Wahai para hamba Allah. Tolonglah agama Allah, maka Dia akan menolong kalian dan akan mebuat kalian teguh!

Wahai para hamba Allah, bersabarlah! Sebab sabar adalah penyelamat dari kekufuran dan dapat mendatangkan keridhaan Tuhan. Ia juga dapat menolak kehinaan. Arahkanlah tombak kalian. Berlindunglah dengan tameng. Janganlah berbicara kecuali berdzikir kepada Allah dalam hati kalian, sehingga aku perintahkan kepada kalian, insya Allah !"

Sa'id bin Zaidرضي الله عنه berkata: Pada saat itu, ada seorang pria yang keluar dari barisan pasukan Muslimin dan berkata kepada Abu Ubaidah Al Jarrahرضي الله عنه, Aku bertekad untuk mati pada saat ini. Maukah engkau membawa surat ini kepada Rasulullah ?!"

Abu Ubaidah Al Jarrahرضي الله عنه menjawab, "Ya:' Orang itu menyambung, "Sampaikanlah salamku dan salam pasukan Muslimin kepada beliau dan katakanlah kepada beliau, 'Ya Rasulullah, kami telah menemukan apa yang dijanjikan Tuhan kami adalah benar!"

Sa'id bin Zaidرضي الله عنه meneruskan ceritanya: Begitu aku mendengar ucapannya, dan aku melihat ia menghunuskan pedang dan pergi untuk menghadapi para musuh Allah, maka aku pun turun ke medan juang. Aku tersungkur di atas lutut. Aku angkat tombakku dan aku tusuk penunggang kuda pertama yang datang ke arah kami. Kemudian aku melompat ke arah musuh, dan Allah telah mencabut semua rasa takutku.

Pasukan Muslim begitu gagah berani di hadapan pasukan Romawi. Mereka terus berperang sehingga Allah memberikan kemenangan bagi kaum Muslimin.

Sa'id bin Zaidرضي الله عنه turut serta dalam penaklukan Kota Damaskus. Begitu pendudukkota tersebut tunduk dan taat, Abu Ubaidah Al Jarrahرضي الله عنه menjadikan Sa'id sebagai wali di sana. Dan Sa'id bin Zaidرضي الله عنه adalah orang pertama dari kaum Muslimin yang menjadi wali di Damaskus.

Pada zaman Bani Umayyah, Sa'id bin Zaidرضي الله عنه mendapat sebuah kejadian yang lama menjadi pembicaraan penduduk Yatsrib. Hal tersebut bermula bahwa Arwa binti Uwais mengira bahwa Sa'id bin Zaidرضي الله عنه telah merampas sebagian tanahnya dan kemudian diakui sebagai tanah Sa'id bin Zaidرضي الله عنه. Arwaرضي الله عنه, selalu menceritakan hal ini dikalangan kaum Muslimin sehingga akhirnya hal ini sampai ke Marwan bin al-Hakam dan sampai ke Madinah. 

Oleh karenanya, Marwan mengirimkan beberapa orang utusan untuk berbicara dengan Sa'id bin Zaidرضي الله عنه tentang permasalahan ini. Hal tersebut membuat sulit sahabat Rasulullah ini. Ia berkata, "Orang-orang mengira bahwa aku menzaliminya! Bagaimana aku bisa menzaliminya?!

Padahal aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, 'Barang siapa yang merampas sejengkal tanah, maka Allah akan membebaninya dengan beban yang seberat 7 kali bumi.' Ya Allah, dia telah mengira bahwa aku telah menzaliminya. Jika ia ternyata bohong, maka butakanlah matanya dan masukkanlah ia ke dalam sumur tanahnya di mana ia menggugatku. Tampakkanlah kebenaranku dengan sebuah cahaya yang dapat menjelaskan kepada kaum Muslimin bahwa aku tidak menzaliminya:'

Tidak lama berselang, Al-Aqiq2 mengalirkan air yang belum pernah sebegitu besar, sehingga menyingkapkan batas yang menjadi sengketa mereka berdua. Dan kaum Muslimin tahu bahwa Sa'id bin Zaidرضي الله عنه benar dan tidak bersalah.

Hanya berselang satu bulan saja, wanita tersebut menjadi buta. Ketika ia sedang berjalan mengelilingi tanahnya itu, ia terjerumus masuk ke dalam sumur.

Abdullah bin Umar berkata, "Sejak saat itu kami -dan ketika itu kami masih anak-anak- sering mendengarkan orang yang berkata kepada orang lain, "Semoga Allah membutakanmu sebagaimana ia membutakan Arwa:'

Hal itu tidak mengherankan, sebab Rasulullah pernah bersabda, "Takutlah kepada doa orang yang dizalimi, sebab tiada penghalang antara dirinya dengan Allah:' Apalagi bila yang dizalimi adalah Sa'id bin Zaidرضي الله عنه, salah seorang dari 10 nama yang dijamin surga?!



Untuk merujuk lebih jauh tentang profil Sa'id bin Zaid, silakan melihat:

1 . Al-Ishabah: 2/46.

2. Al-Isti'ab (dengan hamisy al-Ishabah): 2/2.

3. Thabaqat Ibnu sa'ad: 3/275.

4. Tahdzib Ibnu 'Asakir: 6/1 27.

5. Shifatush Shafwah: 1/141.

6. Hilliyatul Auliya: 1/95.

7. Ar-Riyadh an-Nadhrah: 2/302.

8. Hayatush Shahabah: (Lihat daftar isi juz 4).

2. Sebuah lembah di Madinah

Sunday, October 27, 2024

Zaid bin Haritsahرضي الله عنه

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ  


[Gambar Illustrasi Sahaja]


ZAI D B I N HARITSAH رضي الله عنه 

"Kehendak Allah, Zaid bin Haritsahرضي الله عنه tadinya adalah budak dari seorang perempuan, dan ia telah menjadi manusia yang paling aku cintai." -Muhammad Rasulullahﷺ.

Su'da binti Tsa'labah pergi untuk mengunjungi kaumnya yaitu Bani Ma'nin, dan ia ditemani seorang anaknya yang bernama Zaid bin Haritsah al-Ka'bi. Baru saja ia sampai di sana, maka pasukan berkuda Bani Qain telah menyerang sukunya clan mengambil semua harta. Mereka juga menggiring unta-unta dan menyandera beberapa tawanan. Salah seorang yang mereka tawan adalah anaknya yang bernama Zaid bin Haritsahرضي الله عنه.

Zaid -saat itu- adalah seorang anak kecil yang baru berusia sekitar 8 tahun. Lalu mereka membawa Zaid bin Haritsahرضي الله عنه ke Pasar Ukaz dan menawarkan dirinya untuk dibeli. Lalu ada seorang kaya dari pemuka Quraisy yang bernama Hakim bin Hizam bin Khuwailid membelinya dengan harga 400 dirham.

Selain dia, ada juga beberapa budak lain yang ia beli, kemudian ia bawa ke Makkah. Begitu bibinya, Khadijah binti Khuwailid, mengetahui kedatangan Hakim, bibinya mengunjungi Hakim untuk memberikan selamat dan sambutan kepadanya. Hakim berkata kepada bibinya, "Wahai Bibi, aku telah beli beberapa budak dari Pasar Ukaz. Pilihlah yang mana saja yang engkau sukai. Aku akan menghadiahkannya untukmu!"

Lalu Sayyidah Khadijah memandangi wajah para budak tadi... dan akhirnya ia memilih Zaid bin Haritsahرضي الله عنه, karena Khadijah melihat bahwa Zaid memiliki tanda-tanda kecerdasan. Ia pun membawa Zaid pulang. Tidak lama kemudian, Khadijah binti Khuwailid menikah dengan Muhammad bin Abdullah. Maka Khadijah ingin memberikan hadiah kepada suaminya, namun ia tidak menemukan sesuatu yang lebih baik daripada budaknya yang mulia bernama Zaid bin Haritsahرضي الله عنه. Maka dihadiahkanlah Zaid kepada suaminya.

Selagi budak yang beruntung ini tinggal di bawah pengawasan Muhammad bin Abdullah, ia bernasib baik dengan persahabatannya yang mulia, clan menikmati keindahan akhlak beliau. Hal sebaliknya terjadi pada ibunya yang shock karena kehilangan anaknya. Air matanya tidak pernah berhenti mengalir, ia tidak pernah berhenti bersedih dan ia tidak pernah merasa tenang. Dan hal yang lebih membuatnya berputus asa adalah ia tidak tahu, apakah anaknya masih hidup sehingga ia masih dapat berharap, ataukah sudah mati yang dapat membuatnya putus harapan.

Sedangkan ayahnya mencari Zaid di seluruh penjuru bumi. Bertanya kepada setiap kafilah tentang anaknya. Dan ia membuatkan sebuah syair kerinduan yang dapat menyayat hati yang berbunyi:

Aku menangis karena Zaid dan aku tidak tahu apa yang ia kerjakan.

Apakah ia masih hidup hingga masih dapat diharapkan, 

ataukah ajal telah menjemputnya?

Demi Allah, aku tak mengerti dan aku terus bertanya.

Apakah yang memberi makan kepadamu,

 adalah hamparan luas ataukah pegunungan?

Matahari senantiasa membuat aku,

 selalu mengenangnya saat ia terbit.

Dan kenangan tentang dirinya kembali terulang saat ia tenggelam.

Aku akan memberitahukan unta untuk terus berjalan menyusuri bumi.

Dan aku tidak akan bosan untuk berputar mencarimu 

sebagaimana unta yang tidak bosan berjalan.

Hidupku, atau harapanku tercapai ...

Setiap orang bakal binasa, meski harapan telah menipunya.

Dalam suatu musim haji  , sebuah rombongan dari kaum Zaid berniat untuk datang ke Baitullah al-Haram. Saat mereka sedang berthawaf di seputar Ka'bah, mereka bertemu dengan Zaid. Mereka mengenalinya dan Zaid mengenali mereka. Mereka saling bertanya. Begitu mereka semua selesai mengerjakan manasiknya dan kembali ke kampung, mereka bercerita kepada Haritsah apa yang mereka lihat dan apa yang mereka dengar.

Maka Haritsah segera menyiapkan kendaraannya, dan ia membawa sejumlah uang untuk menebus anaknya yang menjadi buah hati dan penyejuk mata. Ia ditemani oleh seorang saudaranya yang bernama Ka'b. Keduanya berangkat segera menuju Makkah. Begitu sampai di sana, keduanya menghadap Rasulullah dan berkata,

"Wahai Ibnu Abdul Muthalib. Kalian adalah tetangga Allah yang suka membebaskan orang yang menderita, memberi makan orang yang kelaparan dan membantu orang yang kesulitan. Kami datang untuk membawa anak kami yang ada padamu, dan kami membawa sejumlah uang sebagai tebusannya. Berbaik budilah kepada kami, dan serahkan ia kepada kami jika engkau izinkan:'

Lalu Rasulullah berkata, "Siapakah anak yang kalian maksudkan itu?  Mereka menjawab, "Budakrnu yang bernama Zaid bin Haritsah:'

Rasulullah berkata lagi, "Apakah kalian memiliki hal yang lebih baik dari uang tebusan?" Keduanya bertanya, "Apa itu?"

Rasulullah menjawab, ' Aku akan memanggilnya untuk berjumpa kalian. Suruhlah dia memilih untuk mengikutiku atau mengikuti kalian.

Ini terjadi pada masa Jahiliyah.

Jika ia memilih untuk ikut dengan kalian, maka bawalah ia tanpa perlu membayar apa-apa. Jika ia memilih untuk mengikutiku, demi Allah, aku tidak mempengaruhi dia saat memilih:'

Keduanya berkata, "Engkau berlaku adil dengan demikian:' Lalu Rasulullah memanggil Zaid dan bertanya kepadanya, "Siapa kedua orang ini?" Zaid menjawab, "Ini adalah ayahku, Haritsah bin Syurahil, dan ini adalah pamanku, Ka'b:'

Rasulullah berkata, ''.Aku memintamu untuk memilih, jika kau mau, kamu boleh pergi bersama mereka. Jika kamu mau, kau juga boleh tinggal bersamaku:'

Zaid menjawab -tanpa ragu dan lambat-, ''.Aku akan tinggal bersamamu."

Maka ayahnya berkata, "Celakalah kamu Zaid, apakah engkau memilih untuk menjadi seorang budak ketimbang hidup bersama ayah dan ibumu?!"

Zaid menjawab, ''.Aku mendapatkan sesuatu dari orang ini, dan aku tidak akan pernah meninggalkannya!"

Begitu Rasulullah melihat apa yang dilakukan Zaid, kemudian Rasulullah menggandeng tangan Zaid dan membawanya ke Baitullah al-Haram. Keduanya berhenti di Hijir Ismail di tengah kumpulan Bangsa Quraisy. Rasulullah berkata, "Wahai Bangsa Quraisy, saksikanlah bahwa ini adalah anakku. Ia berhak mewarisiku dan aku berhak mewarisinya:'

Maka menjadi tenanglah jiwa ayah dan pamannya. Mereka berdua membiarkan Zaid tinggal bersama Rasulullah. Lalu mereka kembali ke kampungnya dengan hati yang tenang dan damai.

Sejak saat itu, Zaid bin Haritsah mulai dipanggil dengan Zaid bin Muhammad. Ia terus menggunakan nama itu hingga Muhammad diutus sebagai Rasulullah. Islam melarang adopsi (mengangkat anak) saat turun firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

ٱدْعُوهُمْ لِـَٔابَآئِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِندَ ٱللَّهِ ۚ فَإِن لَّمْ تَعْلَمُوٓا۟ ءَابَآءَهُمْ فَإِخْوَٰنُكُمْ فِى ٱلدِّينِ وَمَوَٰلِيكُمْ ۚ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌۭ فِيمَآ أَخْطَأْتُم بِهِۦ وَلَـٰكِن مَّا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًۭا رَّحِيمًا ٥

Panggilah anak-anak angkat itu dengan ber"bin"kan kepada bapa-bapa mereka sendiri; cara itulah yang lebih adil di sisi Allah. Dalam pada itu, jika kamu tidak mengetahui bapa-bapa mereka, maka panggilah mereka sebagai saudara-saudara kamu yang seugama dan sebagai "maula-maula" kamu. Dan kamu pula tidak dikira berdosa dalam perkara yang kamu tersilap melakukannya, tetapi (yang dikira berdosa itu ialah perbuatan) yang disengajakan oleh hati kamu melakukannya. Dan (ingatlah Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani".

 Abdullah Muhammad Basmeih." 

(QS. al-Ahzaab: 5) 


Maka sejak itu, ia dipanggil dengan nama Zaid bin Haritsahرضي الله عنهZaid bin Haritsahرضي الله عنه tidak mengetahui manfaat apa yang akan ia dapatkan -saat ia memilih Muhammad daripada ibu dan bapaknya-. Ia juga tidak tahu bahwa tuannya yang ia pilih mengalahkan keluarga dan kabilahnya dan akan menjadi pemimpin manusia dari awal hingga akhir, juga akan menjadi seorang utusan Allah kepada semua makhluk-Nya.

Tidak pernah tebersit di hatinya bahwa kerajaan langit akan berdiri di muka bumi yang akan memenuhi timur hingga baratnya dengan kebaikan dan keadilan. Dan Muhammad akan menjadi batu pertama dalam pembangunan kerajaan yang besar ini.

Hal ini tidak pernah terzahir  di benak Zaid. Ini merupakan anugerah yang Allah berikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Allah adalah Zat Yang Memiliki anugerah yang amat besar. Hal itu kerana tidak selang lama dari peristiwa pemilihan tadi kecuali hanya beberapa tahun saja sehingga Allah mengutus Nabi-Nya yang bernama Muhammad untuk membawa agama petunjuk dan kebenaran.

Maka Zaid bin Haritsah adalah manusia pertama yang beriman kepadanya dari kalangan pria. Apakah ada kemuliaan seperti 1n1 yang dikejar oleh manusia yang berlomba untuk mendapatkannya?!

Zaid bin Haritsah adalah orang yang dipercaya untuk menyimpan rahasia Rasulullah. Ia juga adalah orang yang ditunjuk sebagai panglima delegasi dan pasukan Rasul. Dia juga salah seorang pengganti Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai penguasa Madinah, bila beliau meninggalkan kota tersebut.

Sebagaimana Zaid telah mencintai Rasulullah dan memilih beliau ketimbang ibu dan bapaknya, maka Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam juga mencintainya dan mengajak Zaid untuk hidup bersama keluarga dan anak-anak beliau. Rasul sering kali merindukan Zaid bila ia tidak ada.

Rasulullah gembira dengan kedatangannya saat ia baru kembali. Rasulullah menyambutnya dengan gembira di mana tak seorang pun yang mendapatkan kemuliaan seperti ini.

Inilah kisah Aisyah Radhiyallahu 'anha yang menggambarkan kepada kita bagaimana gembiranya Rasulullah saat berjumpa dengan Zaid. Ia menceritakan:

Zaid bin Haritsah datang ke Madinah. Rasulullah saat itu sedang berada di rumahku. Lalu Zaid mengetuk pintu, Rasul lalu berdiri menyambutnya. Beliau tidak memakai apa pun kecuali pakaian yang menutupi bagian antara pusat dan lututnya. Beliau berjalan ke arah pintu dengan menggaet bajunya.

Rasulullah lalu memeluk dan menciuminya. Demi Allah, aku belum pernah melihat Rasulullah bertelanjang sebelum dan sesudah itu:

Kisah Rasulullah mencintai Zaid telah diketahui oleh kaum Muslimin. Sehingga mereka menyebutnya dengan Zaid al-Hubb (Zaid yang dicintai), dan mereka memberinya gelar dengan nama Hibbi Rasulillah, yang berarti kesayangan Rasulullah; dan mereka memberikan nama kepada anaknya Usamah dengan Hibbi Rasulillah wa ibnu hibbihi yang berarti anak dari orang yang disayang Rasulullah.

Pada tahun ke-8 H, Allah berkehendak -Maha Suci hikmah-Nya- untuk memberikan ujian dengan memisahkan orang yang dicintai dari kekasihnya. Hal itu dimulai saat Rasulullah mengirim Al-Harits bin Umair al-Azdi untuk membawa surat kepada Raja Bushra agar ia masuk ke dalam Islam.

Begitu Al-Harits tiba di Mu'tah di daerah timur Yordania, salah seorang pemimpin Al-Ghasasinah yang bernama Syurahbil bin Amr memberikan tawaran kepada Al-Harits sehingga Al-Harits tertawan dan terbunuh.

Hal itu membuat Rasulullah terkejut, karena tidak ada utusannya yang lain sampai terbunuh. Maka Rasulullah segera mempersiapkan pasukan yang terdiri dari 3000 prajurit untuk menyerang Mu'tah. Rasulullah menunjuk untuk menjadi pemimpin pasukan ini adalah kekasihnya, Zaid bin Haritsahرضي الله عنه. Beliau bersabda,

"Jika Zaid gugur, maka kepemimpinan akan dipegang oleh Ja'far bin Abi Thalibرضي الله عنه.. Jika Ja'far bin Abi Thalibرضي الله عنه.. juga gugur, maka kepemimpinan dipegang oleh Abdullah bin Rawahah رضي الله عنه. Jika Abdullah bin Rawahah رضي الله عنه gugur, maka pasukan Muslimin harus memilih salah seorang dari mereka untuk menjadi pemimpin:'

Pasukan ini bergerak hingga tiba di Ma'an sebelah timur Yordania. Heraclius, Raja Romawi, berangkat dengan diiringi 100 ribu prajurit demi mempertahankan Al-Ghasasinah, dan ada 100 ribu kaum musyrikin Arab yang bergabung dengannya. Pasukan yang besar ini berkemah tidak terlalu jauh dari tempat pasukan Muslimin berada. Pasukan Muslimin menginap di Ma'an selama dua hari untuk bermusyawarah langkah apa yang mereka harus ambil.

Salah seorang dari mereka berkata, "Kita kirimkan surat kepada Rasulullah untuk memberitahukan beliau jumlah musuh kita dan kita tunggu perintah beliau:'

Ada yang mengatakan, "Demi Allah, wahai kaumku, kita tidak berjuang dengan jumlah, kekuatan dan banyaknya pasukan. Akan tetapi kita berjuang dengan bekal agama ini! Berangkatlah sesuai niat kalian saat berangkat!

Allah telah menjamin kalian dengan keberuntungan mendapatkan salah satu dari dua kebaikan: baik itu berupa kemenangan... atau mati sebagai syahid:'

Kemudian bertemulah kedua pasukan di bumi Mu'tah. Pasukan Muslimin membuat heran pasukan Romawi, dan membuat mereka terpesona dengan kehebatan 3000 prajurit Muslimin yang mampu menghadapi pasukan mereka yang amat besar berjumlah 200 ribu prajurit.

Zaid bin Haritsahرضي الله عنه mempertahankan panji Rasulullah dengan begitu semangat dan tidak ada dalam sejarah yang dapat menandinginya, sehingga tubuhnya tertembus 100 tombak. Ia tersungkur gugur dengan berlumuran darah. Lalu Ja'far bin Abi Thalibرضي الله عنه.. mengambil panji dari tangannya. Lalu ia mempertahankan panji tadi dengan begitu hebatnya, sehingga ia menyusul sahabatnya tadi.

Kemudian panji tersebut diambil oleh Abdullah bin Rawahah رضي الله عنه... Ia mempertahankan panji tersebut dengan begitu sengitnya sehingga kisahnya berakhir seperti kedua sahabatnya.

Maka pasukan Muslimin menunjuk Khalid bin Walid sebagai panglima mereka -saat itu ia baru masuk Islam-. Khalid menarik mundur pasukan Muslimin dan menyelamatkan mereka dari kekalahan yang telak. Rasulullah menerima kabar tentang peristiwa Mu'tah dan gugurnya ketiga panglima. Rasulullah menjadi sedih dan belum pernah beliau sesedih itu. Lalu beliau pergi ke keluarga mereka untuk memberikan bela sungkawa.

Saat beliau tiba di rumah Zaid bin Haritsahرضي الله عنه, putrinya yang masih kecil berlari ke arah beliau mencari perlindungan sambil menangis. Maka Rasulullah menangis sehingga terdengar suaranya.

Sa'ad bin Ubadah bertanya kepada beliau, ''.Apakah ini ya Rasulullah ?" Beliau menjawab, "Ini adalah tangisan seorang kekasih atas kekasihnya:'

Untuk merujuk lebih jauh tentang profil Zaid bin Haritsah silakan  melihat:

1. Shahih Muslim: 7/ 1 1 3 bab Keutamaan Sahabat.

2. Jami al-Ushul min Ahadits a r -Rasul: 10/25, 26.

3. Al-Ishabah: 1/563.

4. Al-Isti'ab (dengan hamisy al-Ishabah): 1/544.

5. As-Sirah an-Nabawiyyah karya Ibnu Hisyam: (Lihat daftar isi juz ke-4).

6. Al-Bidayah wa an-Nihayah: (Dalam kisah tahun kedelapan hijriyah).

7. Hayatush Shahabah: (Lihat daftar isi juz ke-4) .

8. Shifatush Shafwah: 1/147.

9. Khazanah al-Adab karya Al-Baghdadi: 1/363.

10.2. Lihat dalam Jami al-Ushul: 10/25. Dan kisah ini juga telah ditakhrij oleh At-Tirmidzi.

Asim ibn Thabitرضي الله عنه,

ٱلزَّانِى لَا يَنكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَٱلزَّانِيَةُ لَا يَنكِحُهَآ إِلّ ا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَٰلِكَ عَلَى ٱلْ...

Most Reads