![]() |
| [Gambar Ilustrasi Sahaja] |
"Uqbah bin Harits, kunyahnya Abu Sirwa'ah, suatu ketika menikah dengan putri dari Abu Ihab bin Aziz. Setelah beberapa waktu berlalu, seorang wanita agak tua datang menemuinya dan berkata, "Sesungguhnya saya dahulu pernah menyusui engkau, dan aku juga pernah menyusui wanita yang menjadi istrimu itu..!!"
Uqbah bin Harits رضي الله عنه kaget dengan pengakuan wanita tersebut. Itu artinya ia dan istrinya masih saudara sesusuan, dengan demikian sebenarnya mereka masih "mahram" dan dilarang menikah. Uqbah bin Harits رضي الله عنه berkata, "Saya tidak tahu bahwa kamu dahulu menyusui saya, dan kamu tidak pernah memberitahukannya kepadaku!!"
Uqbah bin Harits رضي الله عنه bergegas pergi ke Madinah menemui Rasulullahﷺ untuk menceritakan permasalahannya tersebut, dan beliau bersabda, "Bagaimana lagi, sedangkan hal itu telah jelas (hukumnya)….!!"
Uqbah bin Harits رضي الله عنه tidak banyak bertanya lagi. Setelah mengucap terima kasih dan salam, ia bergegas pulang ke tempat tinggalnya, kemudian menceraikan istrinya. Walau sebenarnya ia masih sangat mencintai istrinya, dan pernikahannya belum berlangsung lama, tetapi pilihan untuk menjalani pernikahan sesuai petunjuk syariat Rasulullahﷺ adalah pilihan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Beberapa waktu kemudian, setelah iddahnya habis, bekas istrinya yang masih saudara sesusunya itu menikah lagi dengan orang lain.
Tergesa-gesa biasa berujung tidak baik. Namun cepat-cepat atau bersegera dalam bertindak ini berbeda. Bahkan cepat-cepat kadang juga masih memiliki ketenangan. Namun di sini bukan berarti kami memaksudkan untuk shalat dengan gopoh -sangat cepat- sehingga tidak ada thuma’ninah sebagaimana kelakuan keliru sebagian jama’ah yang di bulan Ramadhan melakukan shalat tarawih. Itu bukan maksud kami. Dalam shalat tetap harus ada thuma’ninah atau sikap tenang kerana thuma’ninah bagian dari rukun shalat. Namun kalau seseorang bergerak cepat dalam beramal, itu bisa jadi terpuji sebagaimana yang terjadi pada Rasulullahﷺ waktu.
(HR. Bukhari no. 851).
Al Jauhari mengatakan bahwa “tibr” yang disebutkan dalam hadits tidak dimaksudkan dalam hadits tidak dimaksudkan kecuali pada emas sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Al Fath, 2: 337.
Imam Nawawi dalam Riyadhus Sholihin mengatakan bahwa “tibr” adalah potongan emas atau perak.
Faedah Hadits
Berikut beberapa faedah dari Ibnu Hajar yang disebutkan dalam Fathul Bari (2: 337).
1- Diam sebentar setelah salam dalam shalat tidaklah wajib sebagaimana dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas, beliau tidak berdzikir setelah shalat ketika itu.
2- Melangkahi para jama’ah lainnya ketika ada hajat (keperluan) masih dibolehkan.
3- Berpikir tentang perkara lain di luar shalat tidak mencacati shalat dan tidak mengurangi kesempurnaan shalat sebagaimana Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam- kepikiran akan sedekah yang belum dibagikan saat itu.
4- Bertekad di pertengahan shalat untuk melakukan hal lain setelah shalat dirampungkan juga tidak mencacati shalat.
5- Mewakilkan pada yang lain untuk membagikan sedekah atau zakat padahal mampu melakukan sendiri masih dibolehkan.
Syaikh Salim bin ‘Ied memberikan faedah lainnya sebagai berikut.
1- Bolehnya heran atau takjub pada orang yang mengerjakan sesuatu yang tidak biasanya sebagaimana herannya para sahabat pada Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang baru kali ini terlihat bergerak cepat.
2- Barangsiapa yang lihat sesuatu yang aneh di mata para sahabatnya, maka hendaklah ia menghilangkan syubhat atau keanehan tersebut.
3- Bersegera melakukan amalan kebajikan sebagaimana dicontohkan oleh Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang tidak mau menunda-nunda pembagian sedekah.
4- Disunnahkan untuk berlepas diri dari hal-hal yang mengganggu pikiran yang bisa memalingkan dari dekat pada Allah.
5- Melangkah cepat bukan berarti tidak tenang.
Semoga faedah berharga dari hadits di atas bisa kita peting dan ambil pelajaran. Hanya Allah yang memberi taufik.


No comments:
Post a Comment